PERBANDINGAN ANTAR ALIRAN TENTANG PELAKU DOSA BESAR DAN TENTANG IMAN DAN KUFUR


BAB II
PEMBAHASAN
PERBANDINGAN ANTAR ALIRAN TENTANG PELAKU DOSA BESAR DAN TENTANG IMAN DAN KUFUR

A.          ALIRAN KHAWARIJ
         Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Hal ini di samping didukung oleh watak kerasnya akibat kondisi geografis gurun pasir, juga dibangun atas dasar pemahaman tekstual atas nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadist. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa Tahkim, yakni sayyidina Ali, Mu’awiyah, ‘Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir,[1] berdasarkan firman Allah pada surah Al-Maidah ayat 44 :
و من لم يحكم بما انزل الله فاولئك هم الكافرون                                                                              
 Artinya :
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
         Sebagai kelompok yang lahir dari peristiwa politik, pendirian teologis Khawarij terutama yang berkaitan dengan masalah iman dan kufur lebih bertendensi politis ketimbang ilmiah teoritis, seperti yang telah diungkapkan sejarah, Khawarij mula-mula memunculkan masalah “ apakah Ali dan pendukungnya kafir atau mukmin? ” dan “ apakah Mu’awiyah dan pendukungnya kafir atau mukmin? ”. Menurut mereka, karena Ali dan Mu’awiyah beserta para pendukungnya telah melakukan tahkim kepada manusia, berarti mereka telah berbuat dosa besar.[2]   
         Dan semua pelaku dosa besar ( murtabb Alkabirah ),
menurut semua subsekte Aliran Khawarij, kecuali Najdah, adalah kafir dan akan disiksa di neraka selamanya. Subsekte Khawarij yang sangat ekstrim, Azariqah, menggunakan istilah yang lebih “ mengerikan” dari kafir, yaitu musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja  yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka. Adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah ( agama ), dan itu berarti ia telah keluar dari Islam. Mereka kekal didalam neraka bersama orang-orang kafir lainnya.[3] Dan mereka Kaum Khawarij menfatwakan bahwa sekalian dosa,adalah besar, tidak ada yang bernama dosa kecil atau dosa besar. Sekalian pendurhakaan kepada, Tuhan adalah besar, tidak ada yang kecil menurut Kaum Khawarij.
         Paham ini ditentang oleh Kaum Ahli Sunnah wal Jama’ah, karena didalam Alqur’an dinyatakan sudah jelas dan terus terang, bahwa ada dosa besar dan ada dosa kecil yang dinamai “ sai yiaat ”. firman Allah :
ان تجتنبوا كبا ئر ما تنهو ن عنه نكفر عنكم سياتكم : النساء
               Artinya :
               “ Jika kamu jauhi larangan-larangan yang besar, Kami ampuni saja ‘sai-yiaat’mu ( dosa-dosa kecil )”. ( An-nisa : 31 ).
         Jadi, sudah jelas dan terang ada dua macam dosa, satu dinamai dosa besar dan yang satu lagi dinamai sai-yiaat yaitu kejahatan kecil. Tuhan menjelaskan disini, bahwa kalau yang besar kita jauhi maka yang kecil-kecil atau dosa kecil-kecil di ampuni saja, tetapi kalau dosa yang besar tidak dijauhi maka dosa kecil akan dihukum juga. Ini suatu Rahmat dari Tuhan kepada manusia. Walaupun mereka berbuat dosa, tetapi dosa itu bukan dosa besar, maka Tuhan yang bersifat Pemurah  bisa mengampuni saja.[4]
         Subsekte Najdah tak jauh berbeda dari Azaqirah.mereka menganggap musyrik kepada siapapun yang secara berkesinambungan mengerjakan dosa-dosa kecil. Akan halnya dengan dosa besar, bila tidak dilakukan secara terus menerus, pelakunya tidak dipandang musyrik, tetapi hanya kafir. Namun, jika dilaksanakan terus, ia menjadi musyrik.
         Walaupun secara umum subsekte aliran Khawarij sependapat bahwa pelaku dosa besar dianggap kafir, hukum kafir inipun mereka luaskan artinya sehingga termasuk orang yang berbuat dosa besar, berzina, membunuh sesama manusia tanpa sebab, dan dosa-dosa besar lainnya yang menyebabkan pelakunya telah keluar dari islam.[5]
         Lain halnya dengan pandangan subsekte Azaqirah, mereka menganggap kafir, tidak saja kepada orang-orang yang telah melakukan hina, seperti membunuh, berzina, dan sebagainya, tetapi juga terhadap semua orang islam yang tidak sepaham dengan mereka. Bahkan, mereka juga dipandang kafir, bahkan musyrik. Dengan kata lain, orang Azaqirah sendiri yang tinggal diluar lingkungan mereka dan tidak mau pindah kedaerah kekuasaan mereka dipandang musyrik.
         Pandangan yang berbeda dikemukakan subsekte An-najdat. Mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar menjadi kafir dan kekal didalam neraka hanyalah orang islam yang tidak sepaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya, jika melakukan dosa besar tetap mendapatkan siksaan dineraka, tetapi pada akhirnya akan masuk surga juga. Sementara itu subsekte As-Surfiah membagi dosa besar dalam dua bagian, yaitu dosa yang ada sanksinya didunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa yang tak ada sanksinya didunia, seperti meninggalkan sholat dan puasa. Orang yang berbuat dosa kategori pertama tidak dipandang kafir, sedangkan orang yang melaksanakan dosa kategori kedua dipandang kafir.[6]
         Dapat disimpulkan bahwa aliran Khawarij berpendapat bahwasanya orang yang berdosa besar adalah kafir. Yang artinya keluar dari agama Islam ( murtad ) karena itu ia wajib dibunuh.[7]
B.           ALIRAN MURJI’AH
         Pandangan aliran Murji’ah tentang status pelaku dosa besar dapat di telusuri dari definisi iman yang dirumuskan oleh mereka. Tiap-tiap sekte Murji’ah berbeda pendapat dalam merumuskan definisi iman itu sehingga pandangan tiap-tiap subsekte tentang status pelaku dosa besar pun berbeda-beda pula.
         Secara garis besar, sebagaimana telah dijelaskan subsekte Khawarij dapat dikategorikan dalam dua kategori: Ekstrim dan Moderat, untuk memilih mana subsekte yang ekstrim atau moderat, Harun Nasution berpendapat bahwa subsekte Murji’ah yang ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak didalam qolbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya merupakan refleksi dari apa yang ada didalam qolbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti telah menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna dimata Tuhan.
         Di antara kalangan Murji’ah yang berpendapat serupa diatas adalah subsekte Al-Jami’yah, As-shalihiyah, dan Al-Yunusiah. Mereka berpandangan bahwa iman adalah Tashdieq secara Qolbu saja atau dengan kata lain, Ma’rifah ( mengetahui ) Allah dengan qolbu ; bukan secara demonstatif, baik dalam ucapan maupun tindakan. Oleh karena itu, jika seseorang telah beriman dalam hatinya, ia dipandang tetap sebagai seorang mukmin sekalipun menampakkan tingkah laku seperti Yahudi atau Nashrani. Menurut mereka, iqrar dan amal bukanlah bagian dari iman. Kredo kelompok Murji’ah ekstrim yang terkenal adalah perbuatan maksiat tidak dapat menggugurkan keimanan sebagaimana ketaatan tidak dapat membawa kekufuran. [8] Dapat disimpulkan bahwa Murji’ah ekstrim memandang pelaku dosa besar tidak akan disiksa dineraka.
          Adapun kaum Murji’ah Moderat ialah mereka yang  berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung kepada ukuran dosa yang dilakukannya. Masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga ia bebas dari siksaan api neraka. Di antara subsekte Murji’ah yang masuk dalam kategori ini adalah Abu Hanifah dan pengikutnya. Pertimbangannya, pendapat Abu Hanifah tentang pelaku dosa besar dan konsep iman tidak jauh berbeda dengan kelompok Murji’ah moderat lainnya. Ia berpendapat bahwa pelaku dosa besar masih tetap mukmin. Tetapi dosa yang diperbuatnya bukan berarti tidak berimplikasi. Seandainya masuk neraka, karena Allah menghendakinya, ia tak akan kekal di dalamnya.
         Aliran Murjiah ini menegaskan bahwa orang yang berdosa besar tetap mukmin, bukan kafir. Adapun dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah untuk diampuni atau tidak.[9] Jika dilihat dari paham-paham golongan ini mengenai iman dan kufur, Murji’ah  bisa di kategorikan sebagai paham antagonis dari Khawarij, Khawarij yang menekankan pemikirannya pada masalah siapa yang di anggap kafir, sedangkan Murji’ah menekankan pada paham mengenai siapakah yang di anggap masih mukmin dan masih dalam keadaan Islam.
         Selain itu Khawarij yang menitik beratkan iman pada perbuatan seseorang, maka Murji’ah tidak menyangkut-pautkan iman dengan perbuatan seseorang, dengan kata lain menurut Murji’ah iman tidak dilihat dari perbuatan baik atau buruknya seseorang. Golongan yang mengaku berada di posisi netral di antara golongan khawarij dan Syiah ini berpendapat bahwa iman seseorang tidak hilang lantaran dosa besar yang dilakukannya. Menurut mereka dan sesuai dengan nama Murji’ah yang berasal dari kata (arja’ah ) yang berarti menunda berpendapat bahwa apapun persoalan dosa besar yang mereka buat itu ditunda penyelesainnya ke hari perhitungan kelak.[10]
C.           ALIRAN MU’TAZILAH

         Kemunculan aliran Mu’tazilah dalam pemikiran teologi Islam diawali oleh masalah yang hampir sama dengan kedua aliran yang telah dijelaskan diatas tadi, yaitu mengenai status pelaku dosa besar; apakah masih beriman atau telah menjadi kafir. Perbedaannya, bila Khawarij mengatakan bahwa pelaku dosa besar kafir dan Murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa besar, sedangkan Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu Al-Manzilah bain Al-Manzilatain. Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu’tazilah, berada di posisi tengah di antara posisi mukmin dan posisi kafir. Jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia akan di masukkan ke dalam neraka selama-lamanya.
        Walaupun demikian, siksaan yang diterimanya lebih ringan daripada siksaan orang kafir. Dalam perkembangannya, beberapa tokoh aliran Mu’tazilah, seperti Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid memperjelas sebutan itu dengan istilah fasiq yang bukan mukmin atau kafir.


[1]  Rosihan Anwar , Drs,M. Ag (  Ilmu Kalam ) CV PUSTAKA SETIA cet 2001 hal 133
[2]  Ibid . Rosihan Anwar ,  Drs , M.Ag , hal 142
[3]  Ibid . Rosihan Anwar , Drs , M. Ag , hal 134
[4]  KH. Siradjuddin Abbas ( I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah). Pustaka Tarbiyah Baru. Jakarta Selatan Cet  ke 9 tahun 2010. Hal 178-179
[5]  Op.cit.,  Rosihan Anwar , Drs, M. Ag hal 134
[6]  Ibid Rosihan Anwar , Drs,M. Ag.  hal 135
[7]  Lebih jelas lihat...Muhammad Ahmad, Drs, ( Tauhid Ilmu Kalam ) CV PUSTAKA SETIA cet 2001 hal 143

[8]  Op . cit .. Rosihan Anwar , Drs,M. Ag . Hal 136
[9]  [9]  loc .cit Muhammad Ahmad, Drs, hal 143

[10]  http://mankazand.blogspot.com/2011/05/iman-dan-kufur-dalam-perspektif-antar.html



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
Category:
Search Terms : property home overseas properties property county mobil sedan oto blitz black pimmy ride Exotic Moge MotoGP Transportasi Mewah free-islamic-blogspot-template cute blogger template free-blog-skins-templates new-free-blogger-templates good template blogger template blogger ponsel Download template blogger Free Software Blog Free Blogger template Free Template for BLOGGER Free template sexy Free design Template theme blogspot free free classic bloggerskin download template blog car template website blog gratis daftar html template kumpulan templet Honda SUV car body design office property properties to buy properti new