Sejarah Tafsir dan Perkembangannya

بسم الله الرحمن الرحيم
SEJARAH TAFSIR DAN PERKEMBANGANNYA
Secara etimologi tafsir bisa berarti: الايضاح والبيان (penjelasan), الكشف (pengungkapan) dan كشف المراد عن اللفظ المشكل (menjabarkan kata yang samar ). 1 Adapun secara terminologi tafsir adalah penjelasan terhadap Kalamullah atau menjelaskan lafadz-lafadz al-Qur’an dan pemahamannya. 2
Ilmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya, karena pembahasannya berkaitan dengan Kalamullah yang merupakan petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil. Ilmu tafsir telah dikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang hingga di zaman modern sekarang ini. Adapun perkembangan ilmu tafsir dibagi menjadi empat periode yaitu :
Pertama, Tafsir Pada Zaman Nabi.
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab sehingga mayoritas orang Arab mengerti makna dari ayat-ayat al-Qur’an. Sehingga banyak diantara mereka yang masuk Islam setelah mendengar bacaan al-Qur’an dan mengetahui kebenarannya. Akan tetapi tidak semua sahabat mengetahui makna yang terkandung dalam al-Qur’an, antara satu dengan yang lainnya sangat variatif dalam memahami isi dan kandungan al-Qur’an. Sebagai orang yang



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
Category:

Pengantar Ushul Fiqh

Definisi Ushul Fiqh
Para ulama ushul menjelaskan pengertian ushul fiqh dari dua sudut pandang. Pertama dari pengertian kata ushul dan
fiqh secara terpisah, kedua dari sudut pandang ushul fiqh sebagai disiplin ilmu tersendiri.
Ushul Fiqh ditinjau dari 2 kata yang membentuknya
Al-Ushul
Al-ushuul adalah bentuk jamak dari al-ashl yang secara etimologis berarti ma yubna ‘alaihi ghairuhu (dasar segala
sesuatu, pondasi, asas, atau akar).
Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang
baik, ashluha (akarnya) teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. (Ibrahim: 24)
Sedangkan menurut istilah, kata al-ashl berarti dalil, misalnya: para ulama mengatakan: #5D G0' 'D-CE EF 'DC*'( "J)
C0'
(Dalil tentang hukum masalah ini ialah ayat sekian dalam Al-Qur’an).
Jadi Ushul Fiqh adalah dalil-dalil fiqh. Dalil-dalil yang dimaksud adalah dalil-dalil yang bersifat global atau kaidah umum,
sedangkan dalil-dalil rinci dibahas dalam ilmu fiqh.
Al-Fiqh 'DABG AJ 'DD:): 'D9DE ('D4J! H'DAGE DG
Al-fiqh menurut bahasa berarti pengetahuan dan pemahaman terhadap sesuatu.
Menurut istilah para ulama: 'DABG: 'D9DE ('D#-C'E 'D419J) 'D9EDJ) 'DEC*3( EF #/D*G' 'D*A5JDJ)
(ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terinci).
Penjelasan Definisi 'D-CE: %3F'/ #E1 %DI ".1 %J,'(' #H 3D('
Hukum adalah penisbatan sesuatu kepada yang lain atau penafian sesuatu dari yang lain. Misalnya: kita telah
menghukumi dunia bila kita mengatakan dunia ini fana, atau dunia ini tidak kekal, karena kita menisbatkan sifat fana
kepada dunia atau menafikan sifat kekal darinya.
Tetapi yang dimaksud dengan hukum dalam definisi fiqh adalah status perbuatan mukallaf (orang yang telah baligh dan
berakal sehat), apakah perbuatannya wajib, mandub (sunnah), haram, makruh, atau mubah. Atau apakah perbuatannya
itu sah, atau batal.
Ungkapan hukum-hukum syar’i menunjukkan bahwa hukum tersebut dinisbatkan kepada syara’ atau
diambil darinya sehingga hukum akal (logika), seperti: satu adalah separuh dari dua, atau semua lebih besar dari
sebagian, tidak termasuk dalam definisi, karena ia bukan hukum yang bersumber dari syariat. Begitu pula dengan
hukum-hukum indrawi, seperti api itu panas membakar, dan hukum-hukum lain yang tidak berdasarkan syara’.
Ilmu fiqh tidak mensyaratkan pengetahuan tentang seluruh hukum-hukum syar’i, begitu juga untuk menjadi faqih
(ahli fiqh), cukup baginya mengetahui sebagiannya saja asal ia memiliki kemampuan istinbath, yaitu kemampuan
mengeluarkan kesimpulan hukum dari teks-teks dalil melalui penelitian dan metode tertentu yang dibenarkan
syari’at.
Hukum-hukum syar’i dalam fiqh juga harus bersifat amaliyyah (praktis) atau terkait langsung dengan perbuatan
mukallaf, seperti ibadahnya, atau muamalahnya. Jadi menurut definisi ini hukum-hukum syar’i yang bersifat
i’tiqadiyyah (keyakinan) atau ilmu tentang yang ghaib seperti dzat Allah, sifat-sifat-Nya, dan hari akhir, bukan
termasuk ilmu fiqh, karena ia tidak berkaitan dengan tata cara beramal, dan dibahas dalam ilmu tauhid (aqidah).
Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah ini juga harus diperoleh dari dalil-dalil rinci melalui proses
penelitian mendalam terhadap dalil-dalil tersebut. Berarti ilmu Allah atau ilmu Rasul-Nya tentang hukum-hukum ini tidak
PIP PKS UK
http://www.pk-sejahtera.org.uk Menggunakan Joomla! Generated: 17 December, 2010, 07:45
termasuk dalam definisi, karena ilmu Allah berdiri sendiri tanpa penelitian, bahkan Dialah Pembuat hukum-hukum
tersebut, sedangkan ilmu Rasulullah saw diperoleh dari wahyu, bukan dari kajian dalil. Demikian pula pengetahuan
seseorang tentang hukum syar’i dengan mengikuti pendapat ulama, tidak termasuk ke dalam definisi ini, karena
pengetahuannya tidak didapat dari kajian dan penelitian yang ia lakukan terhadap dalil-dalil.
Sedangkan contoh dalil yang terinci adalah:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 278).
Ayat ini adalah dalil rinci tentang haramnya riba berapa pun besarnya. Dinamakan rinci karena ia langsung berbicara
pada pokok masalah yang bersifat praktis.
Ushul Fiqh sebagai disiplin ilmu
Ushul Fiqh sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri didefinisikan oleh Al-Baidhawi, salah seorang ulama mazhab
Syafi’i dengan: E91A) /D'&D 'DABG %,E'D' HCJAJ) 'D'3*A'/) EFG' H-'D 'DE3*AJ/
(Memahami dalil-dalil fiqh secara global, bagaimana menggunakannya dalam menyimpulkan sebuah hukum fiqh
(bagaimana berijtihad), serta apa syarat-syarat seorang mujtahid).
Penjelasan Definisi
Contoh dalil yang bersifat global: dalil tentang sunnah sebagai hujjah (sumber hukum), dalil bahwa setiap perintah pada
dasarnya menunjukkan sebuah kewajiban, setiap larangan berarti haram, bahwa sebuah ayat dengan lafazh umum
berlaku untuk semua meskipun turunnya berkaitan dengan seseorang atau kasus tertentu, dan lain-lain.
Yang dimaksud dengan menggunakan dalil dengan benar misalnya: mengetahui mana hadits yang shahih mana yang
tidak, mana dalil yang berbicara secara umum tentang suatu masalah dan mana yang menjelaskan maksudnya lebih
rinci, mana ayat/hadits yang mengandung makna hakiki dan mana yang bermakna kiasan, bagaimana cara
menganalogikan (mengkiaskan) suatu masalah yang belum diketahui hukumnya dengan masalah lain yang sudah ada
dalil dan hukumnya, dan seterusnya.
Kemudian dibahas pula dalam ilmu ushul apa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid untuk dapat
mengambil kesimpulan sebuah hukum dengan benar dari dalil-dalil Al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah saw.
Sedangkan ulama mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali mendefinisikan ushul fiqh dengan: 'D9DE ('DBH'9/ 'DCDJ) 'D*J
J*H5D (G' %DI '3*F('7 'D#-C'E 'D419J) EF #/D*G' 'D*A5JDJ)
(Ilmu tentang kaidah-kaidah umum yang dapat digunakan untuk melakukan istinbath hukum-hukum syar’i dari
dalil-dalilnya yang terinci).
Penjelasan Definisi
Kaidah adalah patokan umum yang diberlakukan atas setiap bagian yang ada di bawahnya.
Contoh kaidah umum: 'D#5D AJ 'D#E1 DDH,H(
(Pada dasarnya setiap kalimat yang berbentuk perintah mengandung konsekuensi kewajiban) kecuali jika ada dalil lain
yang menjelaskan maksud lain dari kalimat perintah tersebut. Misalnya perintah Allah swt dalam surat Al-Baqarah ayat
43: ((H"*H' 'D2C')))
(tunaikanlah zakat) menunjukkan kewajiban zakat karena setiap perintah pada dasarnya menunjukkan kewajiban dan
tidak ada ayat lain ataupun hadits yang menyatakan hukum lain tentang zakat harta. Dalam contoh ini ayat tersebut
adalah dalil rinci, sedangkan kaidah ushul di atas adalah dalil yang bersifat global yang dapat diberlakukan atas dalil-dalil
rinci lain yang sejenis.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari sumber-sumber hukum Islam, dalil-dalil yang
shahih yang menunjukkan kepada kita hukum Allah swt, apa syarat-syarat ijtihad, dan bagaimana metode berijtihad
yang benar sesuai batasan-batasan syariat.
Cakupan Ushul Fiqh
Setiap disiplin ilmu pasti memiliki bahasan tertentu yang membedakannya dengan disiplin ilmu lain, demikian pula ushul
fiqh, ia memiliki bahasan tertentu yang dapat kita ringkas menjadi 5 (lima) bagian utama:
PIP PKS UK
http://www.pk-sejahtera.org.uk Menggunakan Joomla! Generated: 17 December, 2010, 07:45
- Kajian tentang adillah syar’iyyah (sumber-sumber hukum Islam) yang asasi (Al-Qur’an dan Sunnah)
maupun turunan (Ijma’, Qiyas, Maslahat Mursalah, dan lain-lain).
- Hukum-hukum syar’i dan jenis-jenisnya, siapa saja yang mendapat beban kewajiban beribadah kepada Allah
dan apa syarat-syaratnya, apa karakter beban tersebut sehingga ia layak menjadi beban yang membuktikan keadilan
dan rahmat Allah.
- Kajian bahasa Arab yang membahas bagaimana seorang mujtahid memahami lafaz kata, teks, makna tersurat, atau
makna tersirat dari ayat Al-Qur’an atau Hadits Rasulullah saw, bahwa sebuah ayat atau hadits dapat kita pahami
maksudnya dengan benar jika kita memahami hubungannya dengan ayat atau hadits lain.
- Metode yang benar dalam menyikapi dalil-dalil yang tampak seolah-olah saling bertentangan, dan bagaimana
solusinya.
- Ijtihad, syarat-syarat dan sifat-sifat mujtahid.
Tujuan Ushul Fiqh :'J) #H +E1) 9DE 'D#5HD: 'DH5HD %DI E91A) 'D#-C'E 'D419J) ('D'3*F('7
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ghayah (tujuan) dan tsamarah (buah) ilmu ushul adalah agar dapat
melakukan istinbath hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil syar’i secara langsung.
Di samping itu ada manfaat lain dari ilmu ushul, di antaranya:
- Mengetahui apa dan bagaimana manhaj (metode) yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam beristinbath.
- Mengetahui sebab-sebab ikhtilaf di antara para ulama.
- Menumbuhkan rasa hormat dan adab terhadap para ulama.
- Membentuk dan mengembangkan kemampuan berpikir logis dan kemampuan di bidang fiqh secara benar.
Sandaran Ushul Fiqh1. Aqidah/Tauhid, karena keyakinan terhadap kebenaran Al-Qur’an dan Sunnah serta
kedudukannya sebagai sumber hukum/dalil syar’i bersumber dari pengenalan dan keyakinan terhadap Allah, sifatsifat
dan perbuatan-Nya yang suci, juga bersumber dari pengetahuan dan keyakinan terhadap kebenaran Muhammad
Rasulullah saw, dan semua itu dibahas dalam ilmu tauhid.
3. Bahasa Arab, karena Al-Quran dan Sunnah berbahasa Arab, maka untuk memahami maksud setiap kata atau
kalimat di dalam Al-Quran dan Sunnah mutlak diperlukan pemahaman Bahasa Arab. Misalnya sebagian ulama
mengatakan bahwa: 'D#E1 JB*6J 'DAH1
(Setiap perintah mengharuskan pelaksanaan secara langsung tanpa ditunda). Dalil kaidah ini adalah bahasa, karena
para ahli bahasa mengatakan: jika seorang majikan berkata kepada pelayannya: “Ambilkan saya air
minum!” lalu pelayan itu menunda mengambilnya, maka ia pantas dicela.
5. Al-Quran dan Sunnah, misalnya kaidah ushul: 'D#5D AJ 'D#E1 DDH,H(
(setiap perintah pada dasarnya berarti kewajiban) dalilnya adalah:
maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul itu merasa takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab
yang pedih. (An-Nur: 63)
7. Akal, misalnya kaidah ushul: %0' '.*DA E,*G/'F AJ -CE A#-/GE' E.7&
(Jika dua orang mujtahid berseberangan dalam menghukumi suatu masalah, maka salah satunya pasti salah) dalilnya
adalah logika, karena akal menyatakan bahwa kebenaran dua hal yang bertentangan adalah sebuah kemustahilan.
Hukum Mempelajari Ushul Fiqh
Al-Amidi dalam bukunya Al-Ihkam mengatakan: “Tidak ada cara untuk mengetahui hukum Allah swt kecuali
dengan ilmu ushul ini. Karena seorang mukallaf adalah awam atau bukan awam (’alim). Jika ia awam maka wajib
baginya untuk bertanya:
Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui. (Al-Anbiya: 7)
Dan pertanyaan itu pasti bermuara kepada ulama, karena tidak boleh terjadi siklus. Jika mukallaf seorang ‘alim,
maka ia tidak bisa mengetahui hukum Allah kecuali dengan jalan tertentu yang dibenarkan, sebab tidak boleh
memutuskan hukum dengan hawa nafsu, dan jalan itu adalah ushul fiqh. Tetapi mengetahui dalil setiap hukum tidak
diwajibkan atas semua orang, karena telah dibuka pintu untuk meminta fatwa. Hal ini menunjukkan bahwa menguasai
ilmu ushul bukanlah fardhu ‘ain, tetapi fardhu kifayah, wallahu a’lam.”
Perbedaan Ushul Fiqh Dengan Fiqh
Pembahasan ilmu fiqh berkisar tentang hukum-hukum syar’i yang langsung berkaitan dengan amaliyah seorang
hamba seperti ibadahnya, muamalahnya,…, apakah hukumnya wajib, sunnah, makruh, haram, ataukah mubah
PIP PKS UK
http://www.pk-sejahtera.org.uk Menggunakan Joomla! Generated: 17 December, 2010, 07:45
berdasarkan dalil-dalil yang rinci.
Sedangkan ushul fiqh berkisar tentang penjelasan metode seorang mujtahid dalam menyimpulkan hukum-hukum
syar’i dari dalil-dalil yang bersifat global, apa karakteristik dan konsekuensi dari setiap dalil, mana dalil yang benar
dan kuat dan mana dalil yang lemah, siapa orang yang mampu berijtihad, dan apa syarat-syaratnya.
Perumpamaan ushul fiqh dibandingkan dengan fiqh seperti posisi ilmu nahwu terhadap kemampuan bicara dan menulis
dalam bahasa Arab, ilmu nahwu adalah kaidah yang menjaga lisan dan tulisan seseorang dari kesalahan berbahasa,
sebagaimana ilmu ushul fiqh menjaga seorang ulama/mujtahid dari kesalahan dalam menyimpulkan sebuah hukum fiqh.



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
Category:

Pengertian dan Ruang Lingkup Ushul Fiqh

Pengetahuan Fiqh itu lahir melalui proses pembahasan yang digariskan dalam ilmu ushul Fiqh. Menurut aslinya kata "Ushul Fiqh"
adalah kata yang berasal dari bahasa Arab "Ushulul Fiqh" yang berarti asal-usul Fiqh. Maksudnya, pengetahuan Fiqh itu lahir melalui
proses pembahasan yang digariskan dalam ilmu ushul Fiqh.
Pengetahuan Fiqh adalah formulasi dari nash syari’at yang berbentuk Al-Qur’an, Sunnah Nabi dengan cara-cara yang disusun dalam
pengetahuan Ushul Fiqh. Meskipun caar-cara itu disusun lama sesudah berlalunya masa diturunkan Al-Qur’an dan diucapkannya
sunnah oleh Nabi, namun materi, cara dan dasar-dasarnya sudah mereka (para Ulama Mujtahid) gunakan sebelumnya dalam
mengistinbathkan dan menentukan hukum. Dasar-dasar dan cara-cara menentukan hukum itulah yang disusun dan diolah kemudian
menjadi pengetahuan Ushul Fiqh.
Menurut Istitah yang digunakan oleh para ahli Ushul Fiqh ini, Ushul Fiqh itu ialah, suatu ilmu yang membicarakan berbagai ketentuan
dan kaidah yang dapat digunakan dalam menggali dan merumuskan hukum syari'at Islam dari sumbernya. Dalam pemakaiannya,
kadang-kadang ilmu ini digunakan untuk menetapkan dalil bagi sesuatu hukum; kadang-kadang untuk menetapkan hukum dengan
mempergunakan dalil Ayat-ayat Al-Our’an dan Sunnah Rasul yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, dirumuskan berbentuk
"hukum Fiqh" (ilmu Fiqh) supaya dapat diamalkan dengan mudah. Demikian pula peristiwa yang terjadi atau sesuatu yang ditemukan
dalam kehidupan dapat ditentukan hukum atau statusnya dengan mempergunakan dalil.
Yang menjadi obyek utama dalam pembahasan Ushul Fiqh ialah Adillah Syar'iyah (dalil-dalil syar’i) yang merupakan sumber hukum
dalam ajaran Islam. Selain dari membicarakan pengertian dan kedudukannya dalam hukum Adillah Syar'iyah itu dilengkapi dengan
berbagai ketentuan dalam merumuskan hukum dengan mempergunakan masing-masing dalil itu.
Topik-topik dan ruang lingkup yang dibicarakan dalam pembahasan ilmu Ushul Fiqh ini meliputi:
a.Bentuk-bentuk dan macam-macam hukum, seperti hukum taklifi (wajib, sunnat, mubah, makruh, haram) dan hukum wadl'i (sabab,
syarat, mani’, ’illat, shah, batal, azimah dan rukhshah).
b.Masalah perbuatan seseorang yang akan dikenal hukum (mahkum fihi) seperti apakah perbuatan itu sengaja atau tidak, dalam
kemampuannya atau tidak, menyangkut hubungan dengan manusia atau Tuhan, apa dengan kemauan sendiri atau dipaksa, dan
sebagainya.c.Pelaku suatu perbuatan yang akan dikenai hukum (mahkum 'alaihi) apakah pelaku itu mukallaf atau tidak, apa sudah
cukup syarat taklif padanya atau tidak, apakah orang itu ahliyah atau bukan, dan sebagainya. d.Keadaan atau sesuatu yang
menghalangi berlakunya hukum ini meliputi keadaan yang disebabkan oleh usaha manusia, keadaan yang sudah terjadi tanpa usaha
manusia yang pertama disebut awarid muktasabah, yang kedua disebut awarid samawiyah. e.Masalah istinbath dan istidlal meliputi
makna zhahir nash, takwil dalalah lafazh, mantuq dan mafhum yang beraneka ragam, ’am dan khas, muthlaq dan muqayyad, nasikh
dan mansukh, dan sebagainya.f.Masalah ra'yu, ijtihad, ittiba' dan taqlid; meliputi kedudukan rakyu dan batas-batas penggunannya,
fungsi dan kedudukan ijtihad, syarat-syarat mujtahid, bahaya taqlid dan sebagainya.g.Masalah adillah syar'iyah, yang meliputi
pembahasan Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’, qiyas, istihsan, istishlah, istishhab, mazhabus shahabi, al-’urf, syar’u man qablana,
bara’atul ashliyah, sadduz zari’ah, maqashidus syari’ah/ususus syari’ah.h.Masa’ah rakyu dan qiyas; meliputi. ashal, far’u, illat,
masalikul illat, al-washful munasib, as-sabru wat taqsim, tanqihul manath, ad-dauran, as-syabhu, ilghaul fariq; dan selanjutnya
dibicarakan masalah ta'arudl wat tarjih dengan berbagai bentuk dan penyelesaiannya. Sesuatu yang tidak boleh dilupakan dalam
mempelajari Ushui Fiqh ialah bahwa peranan ilmu pembantu sangat menentukan proses pembahasan.
Dalam pembicaraan dan pembahasan materi Ushul Fiqh sangat diperlukan ilmu-ilmu pembantu yang langsung berperan, seperti ilmu
tata bahasa Arab dan qawa'idul lugahnya, ilmu mantiq, ilmu tafsir, ilmu hadits, tarikh tasyri'il islami dan ilmu tauhid. Tanpa dibantu
oleh ilmu-ilmu tersebut, pembahasan Ushul Fiqh tidak akan menemui sasarannya. Istinbath dan istidlal akan menyimpan dari
kaidahnya.
Ushul Fiqh itu ialah suatu ilmu yang sangat berguna dalam pengembangan pelaksanaan syari’at (ajaran Islam). Dengan mempelajari
Ushul Fiqh orang mengetahui bagaimana Hukum Fiqh itu diformulasikan dari sumbernya. Dengan itu orang juga dapat memahami
apa formulasi itu masih dapat dipertahankan dalam mengikuti perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan sekarang; atau apakah
ada kemungkinan untuk direformulasikan. Dengan demikian, orang juga dapat merumuskan hukum atau penilaian terhadap
kenyataan yang ditemuinya sehari-hari dengan ajaran Islam yang bersifat universal itu.
Dengan Usul Fiqh :
-Ilmu Agama Islam akan hidup dan berkembang mengikuti perkembangan peradaban umat manusia. -Statis dan jumud dalam ilmu
pengetahuan agama dapat dihindarkan. -Orang dapat menghidangkan ilmu pengetahuan agama sebagai konsumsi umum dalam
dunia pengetahuan yang selalu maju dan berkembang mengikuti kebutuhan hidup manusia sepanjang zaman. -Sekurang-kurangnya,
orang dapat memahami mengapa para Mujtahid zaman dulu merumuskan Hukum Fiqh seperti yang kita lihat sekarang. Pedoman
dan norma apa saja yang mereka gunakan dalam merumuskan hukum itu. Kalau mereka menemukan sesuatu peristiwa atau benda
yang memerlukan penilaian atau hukum Agama Islam, apa yang mereka lakukan untuk menetapkannya; prosedur mana yang
mereka tempuh dalam menetapkan hukumnya. Dengan demikian orang akan terhindar dari taqlid buta; kalau tidak dapal menjadi
Mujtahid, mereka dapat menjadi Muttabi' yang baik, (Muttabi' ialah orang yang mengikuti pendapat orang dengan mengetahui asalusul
pendapat itu). Dengan demikian, berarti bahwa Ilmu Ushul Fiqh merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam
pengembangan dan pengamalan ajaran Islam di dunia yang sibuk dengan perubahan menuju modernisasi dan kemajuan dalam
segala bidang.
Melihat demikian luasnya ruang lingkup materi Ilmu Ushul Fiqh, tentu saja tidak semua perguruan/lembaga dapat mempelajarinya
secara keseluruhan.



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
Category:

SEJARAH TIMBULNYA PERSOALAN-PERSOALAN TEOLOGI DALAM ISLAM

I. SEJARAH TIMBULNYA PERSOALAN-PERSOALAN
TEOLOGI DALAM ISLAM
Ketika Nabi Muhammad Saw. Mulai menyiarkan agam ajaran-ajaran Islam yang beliau terima dari Allah SWT di Mekkah, kota ini mempunyai sistem kemasyarakatan yang terletak di bawah pimpinan suku bangsa Quraiy.
Dipertengahan ke dua dari abad ke-enam Masehi, jalan dagang Timur – Barat berpindah dari Teluk Persia – Euphrat di Utara dan Laut Merah – Perlembahan Neil di selatan, ke Yaman – Hijaz – Syria.
Peperangan yang senantiasa terjadi antara kerajaan Byzantin dan Persia membuat jalan Utara tak selamat dan tak menguntungkan bagi dagang. Mesir, mungkin juga sebagai akibat dari peperangan Byzantin dan Persia, berada dalam kekacauan yang mengakibatkan perjalanan dagang melalui Perlembahan Neil tidak menguntungkan pula.
Dengan pindahnya perjalanan dagang Timur – Barat ke Semenanjung Arabia, mekkah yang terletak di tengah – tengah garis perjalanan itu, menjadi kota dagang. Pedagang – pedagangnya pergi ke Selatan membeli barang – barang yang dating dari Timur, yang kemudian mereka bawa ke Utara untuk dijual di Syria.
Dari pedagang transit ini, Mekkah menjadi kaya. Perdagangan ini dipegang oleh Quraisy dan orang-orang yang berada dan berpengaruh dalam masyarakat pemerintah mekkah juga terletak di tengah-tengah mereka. Pemerintah dijalankan melalui majlis suku bangsa yang anggota-anggotanya tersusun dari kepala suku yang dipilih menurut kekayaan dan pengaruh mereka dalam masyarakat.
Kekuasaan sebenarnya terletak dalam tangan kaum pedagang tinggi. Kaum pedagang tinggi ini, untuk menjaga kepentingan-kepentingan mereka, mempunyai perasaan solidaritas kuat yang kelihatan efeknya dalam perlawanan mereka terhadap nabi Muhammad Saw, sehingga beliau dan pengikut-pengikutnya terpaksa meninggalkan Mekkah pergi ke Yasrib di th.622-M. Sebagai mana diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw termasuk orang yang ekonominya sederhana.
Suasana di Yasrib beda dengan kota Mekkah. Kota ini bukan kota pedagang tetapi kota petani. Masyarakatnya tidak homogeen, tetapi terdiri dari orang Arab, dan bangsa Yahudi.
II. ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI DALAM ISLAM
A. KAUM KHAWARIJ
Kaum khawarij terdiri ata pengikut-pengikut ‘Ali Ibnu Talib yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan sikap ‘Ali Ibnu Talib dalam menerima arbritase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan tenteng khalifah dengan Mu’awiyah Ibnu Sufyan. Nama khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka, karena mereka keluar dari barisan ‘Ali. Tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa pemberian nama itu didasarkan atas ayat 100 dari surat An-nisa’, yang dalamnya disebutkan : ” ke luar dari rumah lari kepada Allah dan Rasul Nya”. Dengan demikian kaum Khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul Nya.
B. MURJI’AH
Sebagaimana halnya kaum Khawarij, kaum Murji’ah pada mulanya juga ditimbulkan oleh persoalan-persoalan politik, tegasnya persoalan khalifah yang membawa perpecahan dikalangan ummat Islam setelah ‘Utsman Ibnu Affan mati terbunuh. Pada mulanya kaum Murji’ah pendukung daripada kaum khawarij akan tetapi berbalik menjadi musuh besar mereka. Karena adanya perlawanan ini, pendukung yang masih tetap setia padanya semakin bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan satu golongan lain dalam Islam yang dikenal dengan nama Syi’ah. Kefanatikan golongan ini terhadap ‘Ali bertambah keras, setelah ia sendiri mati terbunuh pula. Diantara kaum Khawarij dan Syi’ah menjadi dua golongan yang saling bermusuhan.
C. QODARIAH DAN JABARIAH
Pendapat kaum Qodariah, bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Dalam artian menurut faham Qodariah manusia mempunyai kemerdekaan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian nama Qodariah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan . Dalam istilah faham orang Inggris dikenal dengan nama free will dan free act.
Kaum Jabariah berpendapat sebaliknya, yaitu manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehandak dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini terikat penuh pada kehendak mutlak Tuhan. Jadi nama Jabariah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Memang dalam faham ini manusia mengerjakan perbuatan-perbuatannya dengan keadaan terpaksa. Dalam istilah Inggris disebut dengan fatalism atau predestionation. Perbuatan perbuatan manusia telah ditentukan oleh qada’ dan qodar Tuhan. Masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham jabariah ini, sehingga pada saat itu orang Arab kehidupannya bersifat serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, dan harus menyesuaikan diri dengan suasana padang pasir,dengan panasnya yang terik serta tanah dan gunungnya yang gundul.
Dalam dunia yang demikian mereka tidak banyak melihat jalan untuk merubah keadaan sekelilingnya sebab dirinya merasa lamah dan tak berkuasa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran yang dihadapinya. Dalam kehidupan sehari-hari mereka bergantung pada kehendak nature. Hal ini membawa mereka pada sikap fatalistis
D. KAUM MU’TAZILAH
Kaum mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofisdaripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama ” kaum rasionalis Islam “.
Berbagai analisa yang dimajukan tentang pemberian nama Mu’tazilah kepada mereka. Uraian yang biasa disebut buku-buku ‘ilmu al-Kalam berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil Ibnu ‘Ata’ serta temannya ‘Amr Ibnu ‘Ubaid dan Hasan al-Basri di Basrah. Wasil selalu mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan Hasan al-Basri di mesjid Basrah. Pada suatu hari dating seorang bertanya mengenai pendapatnya tentang orang yang berdosa besar. Sebagai diketahui kaum Khawarij memandang mereka kafir, sedangkam kaum Murji’ah memandang mereka mukmin. Ketika Hasan al-Basri berfikir, Wasil mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan mengatakan : “Saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mkmin dan bukan pula kafi, tetapi mengambil posisi tengah-tengah. Kemudian ia berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al-Basri pergi ketempat lain di masjid, disana ia mengulangi pendapatnya. Atas peristiwa ini Hasan al-Basri mengatakan : “Wasil menjauhkan diri dari kita (I’tazala’anna)”. Dengan demikian ia serta teman-temannya, kata al-Syahrastani, disebut kaum Mu’tazilah.
E. AHLI SUNNAH DAN JAMA’AH
Term ahli Sunnah dan jama’ah ini kelihatannya timbul sebagai reaksi terhadap faham-faham golongan Mu’tazilah yang telah dijelaskan sebelumnya dan terdapat sikap mereka dalam menyiarkan ajaran-ajaran itu. Mulai dari wasil usaha-usaha mereka telah dijalankan untuk menyebarkan ajaran-ajaran itu, disamping usaha-usaha yang dijalankan dalam menentang serangan musuh-musuh Islam.



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
Category:

pengertian ilmu kalam


BAB I
Pengertian Ilmu Tauhid, Nama-namanya yang lain,  Manfaat,  Tujuan  dan Sumbernya

  1. Pengertian ilmu tauhid
Perkataan Tauhid berasal dari Bahasa Arab, masdar dari kata Wahhada-Yuwahhidu. Secara Etimologis, tauhid berarti Keesaan. Maksudnya, ittikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian Tauhid yang digunakan dalam Bahasa Indonesia, yakni “ Keesaan Allah “ ; Mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah ; Mengesakan Allah.
Husain Affandi al-Jasr mengatakan :
“ Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas hal-hal yang menetapkan Akidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan “.
Dengan redaksi yang berbeda dan sisi pandang yang lain, ibnu Khaldun mengatakan bahawa Ilmu Tauhid adalah :
“ Ilmu yang berisi alasan-alasan dari aqidah keimanan dengan dalil-dalil Aqliyah dan berisi pula alas an-alsan bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng Aqidah Salaf dan Ahli Sunnah “.
Disamping definisi-definisi di atas masih banyak definisi yang lain yang dikemukakan oleh para Ahli. Nampaknya, belum ada kesepakatan kata dintara mereka mengenai definisi ilmu tauhid ini. Meskipun demikian, apabila disimak apa yang tersurat dan tersirat dari definisi-definisi yang diberikan mereka, masalah tauhid berkisar pada persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Allah, Rasul, atau Nabi, dan hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia yang sudah mati.
Para Ulama’ sependapat, mempelajari Tauhid hukumnya wajib bagi seorang Muslim, kewajiban itu bukan saja didasarkan pada alas an rasio bahwa Aqidah merupakan dasar pertama dan utama dalam islam, tetapi juga didasarkan pada dalil-dalil naqli, Al-Qur’an dan Hadist.

  1. Nama-nama Ilmu Tauhid
Ilmu ini dinamakan ilmu tauhid karena pokok bahasannya dititik beratkan kepada keesaan Allah SWT. Ilmu ini dinamakn ilmu kalam karena dalam pembahasannya mengenai eksistensi Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya digunakan argumentasi-argumentasi filosofis dengan menggunakan Logika atau Mantik.
Ilmu Tauhid dinamakan juga ilmu Ushuluddin karena objek bahasan  utamanya adalah dasar-dasar agama yang merupakan masalah esensial dalam ajaran islam.
Meskipun nama yang diberikan berbeda-beda, namun inti pokok pembahasan ilmu tauhid adalah sama, yaitu wujud Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya.

  1. Manfaat, Tujuan, dan Sumber ilmu Tauhid
Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh Seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam hal pelaksanaan ibadat, tingkah laku, sikap, perbuatan, dan perkataannya sehari-hari.
Maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengakui bertauhid saja tetapi lebih jauh dari itu, sebab tauhid mengandung sifat-sifat :
1.      Sebagai sumber dan motifator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2.      Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan.
3.      Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan.
4.      Mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
Karena ilmu tauhid merupakan hasil kajian para Ulama’ terhadap al-Qur’an dan Hadist, maka jelas, sumber ilmu tauhid adalah alQur’an dan Hadist. Namun dalam pengembangannya, kedua sumber di hidup suburkan oleh rasio dan dalil-dalil aqli.



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
Category:

PENDIDIKAN AKHLAK ISLAMI PADA MASA KANAK-KANAK (2-6 TAHUN)

Rosulullah SAW dengan agama yang dibawanya mengemban misi yang berat yaitu membenahi kehidupan manusia yang pada saat itu sudah sangat rusak. Ditengah umat manusia yang sudah sedemikian rusaknya, Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk meluruskan kehidupan mereka dan memperbaiki moral mereka. Sebagaimana sabda Rosulullah SAW sebagai berikut:
اِنَّماَ بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَّ مَكاَرِمَ اْلاَخْلاَقِ (رَوَاهُ مَالِكِ)
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan keluhuran akhlak”. (HR. Malik, diacu dalam Rosihon Anwar, 2008, 210)
Untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera, perlu sekali setiap anggota masyarakatnya berakhlak mulia, karena keberhasilan seseorang dan masyarakat disebabkan akhlaknya yang baik dan kegagalan seseorang dan masyarakat karena kehilangan akhlaknya yang baik. Sehingga betapa pentingnya keberadaan akhlak bagi kehidupan manusia, karena itu untuk menjadi seseorang yang berakhlak mulia diperlukan usaha yang serius dan latihan secara terus menerus yang akhirnya menjadi kebiasaan.
Banyak orang Islam yang mengetahui perbuatan baik atau buruk, tetapi tidak konsisten dengan perilakunya, seringkali mereka berbuat yang tidak baik. Misalnya, mereka mengetahui bahwa menggunjing dan memfitnah adalah perbuatan dosa. Namun mengapa perbuatan itu sering dilakukan? Ini terjadi karena tidak terbiasa untuk melakukan hal-hal yang baik.
Oleh karena itu, sebagai orang tua atau pendidik harus menyadari bahwa dengan memberikan nasihat moral saja tidak cukup. Kita harus melatih anak-anak sejak usia dini agar senantiasa berbuat baik, dan anak harus diberi pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islami yang akan menyuburkan fitrah manusia dengan menyiraminya nilai-nilai kebajikan yang berupa kejujuran, keikhlasan, kebersamaan, kedisiplinan, kemandirian, toleransi dan nilai kebajikan lainnya. Sehingga anak terbiasa berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kebajikan itu yang terukir dalam dirinya, dan ini merupakan perilaku manusia yang berakhlak mulia. Maka dari itu dalam melatih, membimbing, dan mendidik anak harus dilakukan secara perlahan dan bertahap agar keyakinan dan akhlaknya tertanam dengan kokoh.
Masa kanak-kanak sering disebut masa estetika, masa indera dan masa menentang orang tua. Disebut masa estetika, karena pada masa ini merupakan saat terciptanya perasaan keindahan, anak seusia ini senang dengan segala sesuatu yang indah, berwarna-warni, dan warna-warna yang cerah sehingga dapat menarik hatinya. Disebut masa indera, karena pada masa ini indera anak berkembang dengan pesat dan merupakan kelanjutan dari perkembangan sebelumnya. Berkat kepesatan perkembangan indera itulah, dia senang mengadakan eksplorasi. Kemudian disebut masa menentang, karena dipengaruhi oleh perkembangan dan pertumbuhan berbagai aspek fisik dan psikis di suatu pihak, dan di sisi lain belum berfungsiny control akal dan moral. (Ramayulis, 2006, 310)
Oleh karena itu, orang tua atau pendidik yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak harus membimbing, mengarahkan dan membina kepribadian anak dengan pendidikan akhlak Islami dalam rangka menyiapkan masa depan yang berakhlakul karimah yang mampu menjadi tumpuan umat dalam meneruskan pembangunan. Mendidik anak yang baik bukan saja untuk kepentingan masa depan anak itu sendiri atau untuk jaminan hari tua ayah dan ibunya, namun juga demi kemajuan bangsa dan Negara serta umat secara keseluruhan.
Adapun keberhasilan pendidikan akhlak bagi anak usia 2-6 tahun (masa kanak-kanak) tergantung pada peran serta semua komponen yang dapat membentuk akhlak seorang anak yakni keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat.

a. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak. Oleh karena itu, kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangat dominan. Menurut al-Ghozali, anak adalah amanah Allah yang harus dijaga dan dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri pada Allah SWT. Semua bayi dilahirkan kedunia ini bagaikan sebuah mutiara yang belum diukur dan belum berbentuk, tetapi amat bernilai tinggi, maka orang tualah yang akan mengukir dan membentuk menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenamgi semua orang. (Hamdani Ihsan, 1998, 120)
Sesungguhnya seorang anak dengan fitrahnya senantiasa siap untuk menerima yang baik dan buruk dari orang tua atau pendidiknya. Sehubngan dengan hal ini Rosulullah SAW bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْيُنَصِّرَانِهِ اَوْيُمَجِّسَانِهِ
Artinya: “Setiap anak dilahirkan di atas fitrahnya, maka kedua orang tuanya yang menjadikan dirinya beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi (Penyembah api).” (HR. Muslim, diacu dalam Muzayyin Arifin, 2003, 145)
Salah satu cara untuk mendidik anak adalah dengan menanami jiwa mereka yang masih suci dan polos dengan akar aqidah ketauhidan dan ditaburi dengan benih-benih akhlak yang mulia, disirami kasih sayang dan dipenuhi limpahan perhatian. Insya Allah mereka menjadi anak yang soleh. Inilah yang dilakukan Rosulullah dalam rangka mempersiapkan generasi muda yang tangguh dan berkualitas.

b. Sekolah
Pada usia 2-6 tahun anak-anak biasanya duduk di bangku sekolah Pendidikan Anak Usia Dini. Karena itu selain keluarga, sekolah juga sangat berperan dalam membentuk pribadi anak. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistematis dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya. Materi pelajaran harus diberikan kepada anak didik dengan nuansa pendidikan akhlak. Sehingga ilmu dan keterampilan yang diberikan kepadanya, selalu terkait dengan nilai-nilai akhlak. Manakala ilmu tersebut diamalkan, selalu diterapkan dengan cara-cara yang baik, tidak melanggar nilai dan norma agama serta norma-norma yang berlaku di masyarakat.

c. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat tempat tinggal anak adalah tempat anak menyerap informasi, fakta dan belajar bahasa. Tempat di mana anak bergaul dan bersosialisasi ini turut mendukung terwujudnya akhlak anak. Oleh karena itu masyarakat harus memiliki kesadaran penuh untuk memberikan suasana yang kondusif untuk perkembangann anak.
Lingkungan untuk anak usia dini harus dapat menciptakan kebutuhan untuk mengeksplorasi diri secara aman. Tersedianya kesempatan bermain yang beragam dan sesuai dengan perkembangannya. Lingkungan yang penuh dengan kemaksiatan jelas akan berbahaya bagi perkembangan mental anak.
Pribadi Rasulullah adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam membentuk pribadi yang berakhlakul karimah. Banyak contoh dan teladan yang diberikan oleh Rasulullah dalam menanamkan, membimbing dan mendidik anak dibidang akhlak.
Akhlak islami merupakan bagian penting dalam pendidikan anak. Menanamkan akhlak islami kepada anak pada masa kanak kanak harus memperhatikan karakter anak yang senang bermain, perlu berolah raga, perlu rangsangan citarasa lewat musik dan nyanyian, serta makanan dan minuman yang halal dan bergizi. Dengan demikian anak-anak dapat dibentuk menjadi pribadi yang sehaht, berakhlak mulia dan memiliki semangat untuk hidup



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal

TAFSIR, TA’WIL DAN TARJAMAH

A. PENGERTIAN TAFSIR, TA’WIL DAN TARJAMAH

1. Pengertian Tafsir
Kata tafsir diambil dari bahasa arab yaitu fassara-yufassiru-tafsira yang berarti keterangan atau uraian. Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata “al-fasr” berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata “at-tafsir” berarti menyingkapkan maksud sesuatu lafazh yang musykil. Al-Jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut bahasa adalah al-Kasf wa al-Izhar” yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan.1 Pada dasarnya, pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak lepas dari kandungan makna al-Idhah (menjelaskan), al-Bayan (menerangkan) al-Kasf (mengungkapkan) al-Izhar (menampakan) dan al-Ibanah (menjelaskan).
Menurut Abu Hayyan:
Tafsir ialah ilmu mengenai cara pengucapan lafadh-lafadh al-Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum dan makna-makna yang terkandung di dalamnya.2
Menurut az-Zarkasy:
Tafsir ialah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna al-Qur’an yang di turunkan kepada Nabi Muhammad serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmah-hikmahnya.3

2. Pengertian Ta’wil
Ta’wil secara bahasa berasal dari kata “aul”, yang berarti kembali ke asal. Adapun mengenai arti ta’wil menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafadh-lafadh (ayat-ayat) al-Qur’an melalui pendekatan pemahaman arti yang dikandung oleh lafadh itu. Dengan kata lain, ta’wil berarti mengartikan lafadh dengan beberapa alternatif kandungan makna yang bukan merupakan makna lahirnya. Al-Qaththan dan al-Jurjani berpendapat bahwa ta’wil menurut lughot adalah “al-ruju ila al-ashl” (berarti kembali pada pokoknya).4 Sedangkan menurut az-Zarqani sama dengan pengertian tafsir.5
Kata sebagian Ulama:
Ta’wil adalah mengendalikan sesuatu kepada ghayahnya, yakni menerangkan apa yang dimaksud dari padanya. 6

3. Pengertian Tarjamah
Secara lafadh tarjamah dalam bahasa Arab memiliki arti mengalihkan pembicaraan (kalam) dari satu bahasa ke bahasa lain. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam kitab Lisa al-’Arab:
Yang dimaksud dengan turjuman (dengan menggunakan dhammah) atau tarjuman (dengan menggunakan fathah) adalah yang menterjemahkan kalam (pembicaraan), yaitu memindahkannya dari satu bahasa ke bahasa yang lain.
Sedangkan pengertian tarjamah secara terminologis sebagaimana didefinisikan oleh ash-Sabuni sebagai berikut:
Tarjamah adalah memindahkan al-Qur’an kepada bahasa lain yang bukan Bahasa Arab dan mencetak tarjamah ini ke dalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti Bahasa Arab sehingga Ia dapat memahami al-Qur’an dengan perantara tarjamah ini.7
Kata “tarjamah” dapat dipergunakan pada tiga arti:
a. Tarjamah harfiyah bi al mitsli, yaitu mengalihkan lafadh-lafadh dari satu bahasa ke dalam lafadh-lafadh yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
b. Tarjamah tafsiriyah atau tarjamah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
c. Tarjamah harfiyah bi dzuni al-mitsli, yaitu menyalin kata-kata bahasa asli ke bahasa lain dengan memperhatikan urutan makna dan segi sastranya menurut kemampuan bahasa baru dan sejauh kemampuan penerjemahnya.
Secara umum, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam tarjamah, baik tarjamah harfiyah maupun tarjamah tafsiriyah adalah:
a. Penerjemah memahami tema yang terdapat dalam kedua bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa tarjamahnya;
b. Penerjemah memahami gaya bahasa (uslub) dan ciri-ciri khusus atau karakteristik dari kedua bahasa tersebut;
c. Hendaknya dalam tarjamahan terpenuhi semua makna dan maksud yang dikehendaki oleh bahasa pertama;
d. Hendaknya bentuk (sighat) tarjamahan lepas dari bahasa pertama (ashl). Seolah-olah tidak ada lagi bahasa pertama melekat dalam bahasa tarjamah tersebut.


B. PERBEDAAN TAFSIR, TA’WIL DAN TARJAMAH

Para Mufassirin telah berselisihan pendapat dalam memberikan makna Tafsir dan Ta’wil.
Kata ar-Raghib al-Asfahany : Tafsir lebih umum dari takwil dan lebih banyak digunakan dalam lafadh dan kosa kata dalam al-Qur’an. Sedangkan ta’wil lebih banyak dipakai mengenai makna dan susunan kalimat.8
Menurut Abu Thalib Ats Tsa’laby :
“Tafsir ialah menerangkan makna lafadh, baik makna hakikatnya maupun makna majaznya, sedangkan ta’wil ialah menafsirkan bathin lafadh.9 Jadi tafsir bersifat menerangkan petunjuk yang dikehendaki, sedangkan ta’wil menerangkan hakikat yang dikehendaki.
Kata segolongan pula : Tafsir berpaut dengan Riwayat sedangkan ta’wil berpaut dengan Dirayat Hal ini mengingat, bahwa tafsir dilakukan dengan apa yang dinukilkan dari Sahabat, sedangkan ta’wil difahamkan dari ayat dengan mempergunakan undang-undang Bahasa Arab.10
Al-Maghraby dalam bukunya Al-Akhlaq Wal Wajibat:
Tafsir ialah tersembunyi makna ayat kepada sebahagiaan pendengar maka apabila engkau syarahkan lafadh-lafadh dari jurusan lughot, nahwu dan balaghah, difahamkan oleh pendengar itu dengan baik dan tenanglah jiwanya kepada makna tersebut. Ta’wil ialah ayat mempunyai beberapa makna yang semuanya dapat di terimanya maka setiap-tiap engkau sebut sesuatu makna demi satu makna dia ragu-ragu tidak tahu makna yang dipilihnya. Jadi ta’wil banyak dipakai pada ayat Mutasyabihat sedangkan tafsir banyak dipakai pada ayat Muhkamat. 11
Imam as-Suyuti dalam kitabnya al-Itqan Fi Ulumil Qur’an:
Tafsir adalah penjelasan makna al-Qur’an yang nyata sedangkan ta’wil adalah penjelasan para Ulama dari ayat yang maknanya tersirat serta rahasia-rahasia ke-Tuhanan yang terkandung dalam ayat al-Qur’an. 12
1. TAFSIR
a. Pemakaiannya banyak dalam lafadh-lafadh dan mufradat
b. Jelas diterangkan dalam al-Qur’an dan hadits-hadits sahih
c. Banyak berhubungan dengan riwayat
d. Digunakan dalam ayat-ayat muhkamat (jelas)
e. Bersifat menerangkan petunjuk yang dikehendaki.
2. TA’WIL
a. Pemakaiannya lebih banyak pada makna-makna dan susunan kalimat
b. Kebanyakan diproses oleh para ulama
c. Banyak berhubungan dengan dirayat
d. Digunakan dalam ayat-ayat mutasyabihat (tidak jelas)
e. Menerangkan hakikat yang dikehendaki

C. PEMBAGIAN TAFSIR

Secara umum para ulama telah membagi tafsir menjadi dua bagian yaitu: Tafsir bi al-Riwayah, atau disebut juga dengan tafsir bi al-Ma’tsur, dan tafsir bi al-Dirayah atau disebut juga dengan tafsir bi al-Ra’y.
1. Tafsir bi al-Ma’tsur
Tafsir bi al-Ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang bersumber dari nash-nash, baik nash al-Qur’an, sunnah Rasulullah SAW, pendapat (aqwal) Sahabat, ataupun perkataan (aqwal) Tabi’in. Dengan kata lain yang dimaksud dengan tafsir bi al-Ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an, menafsirkan ayat al-Qur’an dengan sunnah, menafsirkan ayat al-Qur’an dengan pendapat para Sahabat, atau menafsirkan ayat al-Qur’an dengan perkataan para Tabi’in.
Jadi apabila merujuk pada definisi diatas ada empat otoritas yang menjadi penafsiran bi al-Ma’tsur :
a. Al-Qur’an yang dipandang sebagai penafsir terbaik terhadap al-Qur’an sendiri. Misalnya penafsiran kata “muttaqin” pada surat Ali Imran ayat pertama dengan menggunakan kandungan ayat berikutnya, menjelalskan bahwa yang dimaksud adalah menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang maupun sempit
b. Otoritas hadits Nabi yang berfungsi sebagai penjelas atau mubayyin al-Qur’an. Misalnya penafsiran Nabi terhadap kata “az-zulm” pada surat Al-An’am dengan pengertian “syirik”
c. Otoritas penjelasan Sahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui al-Qur’an. Misalnya penafsiran Ibnu Abbas terhadap kandungan surat An-Nasr dengan kedekatan waktu kewafatan Nabi.
d. Otoritas penjelasan Tabi’in yang dianggap orang yang bertemu langsung dengan Sahabat. Misalnya penafsiran tabi’in terhadap surat As-Shoffat ayat 65 dengan syair “Imr Al-Qasy”.
Semua ayat-ayat al-Qur`an telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam menafsirkan al-Qur`an setelah al-Qur`an itu sendiri, kepada para Sahabat. Oleh karena itu, untuk menafsirkan al-Qur`an maka metode yang tepat adalah mencari hadis yang berkaitan dengan ayat tersebut setelah tidak didapatkan ayat al-Qur`an yang lain yang menjelaskan ayat tersebut. Apabila memang tidak ada ayat dan atau hadis Nabi Muhammad saw yang dapat menafsirkan sebuah ayat al-Qur`an maka yang digunakan adalah pendapat-pendapat para Sahabat karena mereka lebih tahu tentang asbaabun nuzuul dan tingkat keimanan juga intelektualitasnya adalah yang tertinggi di kalangan pengikut Rasulullah SAW.
Dalam pertumbuhannya, tafsir bil Ma’tsur menempuh tiga periode, yaitu:
a. Periode I, yaitu masa Nabi, Sahabat, dan permulaan masa Tabi’in ketika belum tertulis dan secara umum periwayatannya masih secara lisan (musyafahah).
b. Periode II, bermula dengan pengodifikasian hadits secara resmi pada masa pemerintahan Umar bin Abd Al-Aziz (95-101). Tafsir bil Ma’tsur ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan hadits dan dihimpun dalam salah satu bab-bab hadits.
c. Periode III, dimulai dengan penyusunan kitab Tafsir bil Ma’tsur yang secara khusus dan berdiri sendiri.
Tafsir bil Ma’tsur inilah yang wajib diikuti, diambil dan dipegangi, karena tafsir inilah jalan ma’rifah yang sahih dan metode yang dikenal. Inilah tafsir yang tidak mungkin menyelewengkan dalam kitabullah.
Diantara kitab yang dipandang menempuh corak bi al-Ma’tsur adalah :13
a. Jami Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an, karya Ibn Jarrir Ath-Thabbari (w.310/923)
b. Anwar At-Tanzil, karya Al-Baidhawi (w.685/1286)
c. Al-Durr Al-Manstur Fi Attafsir Bi Al-Ma’tsur karya Jalal Ad-Din As-Suyuthi (w.911/1505)
d. Tanwil Al-Miqbas Fi Tafsir Ibn Abbas karya Fairuz Zabadi (w.817/1414)
e. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim karya Ibnu Katsir (w.774/1337)

Satu-satunya kitab tafsir bi al-Ma’tsur yang murni adalah tafsir al-Duurr al-Mantsur karya as-Suyuthi mengingat merupakan corak tafsir yang merujuk diantaranya kapada al-Quran dan al-Hadits. Tafsir bi al-Ma’tsur memiliki keistimewaan tertentu dibandingkan dengan corak penafsiran lainnya. Diantara keistimewaan itu sebagaimana dicatat Quraish Shihab adalah :14
a. Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-quran
b. Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya
c. mengikat mufassir dalam bingkai ayat-ayat sehingga membatasinya untuk tidak terjerumus dalam subjektifitas yang berlebihan.
Sementara adz-Zahabi mencatat kelemahan tafsir bi al-Ma’tsur sebagai berikut :15
a. Terjadi pemalsuan (wadh) dalam tafsir. Pemalsuan itu terjadi pada tahun tahun perpecahan dikalangan umat islam yang menimbulkan berbagai aliran seperti Syiah, Khawarij dan Murji’ah. Sebab pemalsuan itu adalah fanatisme madzhab, politik dan usaha usaha umat islam .
b. Masuknya unsur-unsur Israiliyat yang didefinisikan sebagai unsur Yahudi dan Nashrani yang masuk kedalam penafsiran al-Quran.
c. Penghilangan sanad. Eksistensi sanad yang menjadi salah satu kualifikasi keakuratan sebuah riwayat ternyata pada sebagian tafsir tidak ditemukan lagi. Akibatnya penilaian terhadap riwayat tersebut sulit dilakukan sehingga sulit juga membedakan mana yang sahih dan yang tidak. Tafsir Muqatil bin Sulaiman contoh tafsir yang tidak disertai dengan sanad.
d. Terjerumusnya Mufassir kedalam uraian kebahasaan dan kesastraan yang bertele-tele sehingga pesan pokok al-Quran menjadi kabur.
e. Sering konteks turunnya ayat atau sisi kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian hampir dapat dikatakan terabaikan sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun di tengah-tengah masyarakat tanpa budaya.
2. Tafsir Bi al-Dirayah atau disebut juga dengan tafsir Bi al-Ra’yi
Cara penafsiran bil Ma’qul atau lebih populer lagi bi al-Ra`yi menambahkan fungsi ijtihad dalam proses penafsirannya, di samping menggunakan apa yang digunakan oleh tafsir bil Ma`tsur. Penjelasan-penjelasannya bersendikan kepada ijtihad dan akal dan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip Bahasa Arab dan adat-istiadat orang Arab dalam mempergunakan bahasanya.
Menurut Husen adz-Dzahabi, tafsir bi ar-Ra’yi adalah tafsir yang penjelasannya diambil berdasarkan ijtihad dan pemikiran Mufassir setelah terlebih dahulu mengetahui Bahasa Arab serta metodenya, dalil hukum yang ditunjukkan serta problema penafsiran seperti asbab an-nuzul, nasikh-mansukh dan sebagainya.16
Ulama’ berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya metode tafsir bi al - Ro’yi. Sebagian ulama’ melarang penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan metode ini, sebagian yang lain memperbolehkannya. Rincian dari perbedaan ini hanyalah sebatas pada lafadzh bukan hakikatnya. Dan golongan pertama tidak sampai melewati batas-batas ketentuan penafsiran. Sedangkan golongan kedua berpendapat bahwa tiap-tiap golongan telah melewati batas, dengan alasan bahwa meniadakan ma’na dalam lafazh yang manqul adalah suatu hal yang berlebihan dan membahas penafsiran bagi semua orang adalah suatu perbuatan yang tercela. Akan tetapi kalau kita kaji lebih dalam perbedaan-perbedaan mereka kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa semuanya sepakat tidak di perbolehkannya menafsiri al-Qur’an hanya dengan mengandalkan pendapat pribadi.

Mengenai keabsahan tafsir bi al-Ra’yi para Ulama terbagi kedalam dua kelompok yaitu :
Kelompok yang melarangnya. Bahkan menjelang abad 11 H corak penafsiran ini belum mandapatkan legitimasi dari para ulama yang menolaknya. Ulama yang menolak tafsir ini mengemukakan argumentasi sebagai berikut :17
a. Menafsirkan al-Qur’an berdasarkan Ra’yi berarti membicarakan (Firman) Allah tanpa pengetahuan. Dengan demikian hasil penafsirannya bersifat pemikiran semata.
b. Yang berhak menjelaskan al-Qur’an hanya Nabi.
c. Rasulllah SAW bersabda : “Siapa saja yang menafsirkan al-Qur’an atas dasar pikirannya semata, atas dasar sesuatu yang belum diketahuinya maka persiapkanlah mengambil tempat di Neraka”

Kelompok yang mengijinkan. Mereka mengemukakan argument sebagai berikut :18
a. Dalam al-Qur’an banyak ditemukan ayat-ayat yang menyerukan untuk mendalami kandungan al-Qur’an. Firman Allah swt :
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran ataukah hati mereka terkunci. (QS. Muhammad : 24)
b. Seandainya tafsir bi al-Ra’yi dilarang mengapa ijtihad diperbolehkan. Nabi sendiri tidak menjelaskan setiap ayat al-Qur’an. Ini menunjukan bahwa umatnya diizinkan untuk berijtihad terhadap ayat-ayat yang belum dijelaskan Nabi .
c. Para Sahabat sudah biasa berselisih pendapat mengenai penafsiran suatu ayat. Ini menunjukan bahwa mereka pun menafsirkan al-Qur’an dengan ra’yi nya.
d. Rasulullah pernah berdo’a untuk Ibn Abas yang berbunyi : “Yaa Allah berilah pemahaman agama kepada Ibn Abbas dan ajarilah ia takwil”
Tafsir bi al-Ra’yi dapat diterima selama menghindari hal- hal sebagai berikut :19
a. Memeksakan diri mengetahui makna yang dikehendaki Allah pada suatu ayat sedangkan ia tidak memenuhi syarat.
b. Mencoba menafsirkan ayat-ayat yang maknanya hanya diketahui Allah
c. Menafsirkan al-Qur’an disertai hawa nafsu dan sikap istihsan (menilai sesuatu semata mata berdasarkan persepsinya)
d. Menafsirkan ayat-ayat untuk mendukung suatu madzhab yang salah dengan cara menjadikan paham madzhab sebagai dasar.
e. Menafsirkan al-Qur’an dengan memastikan bahwa makna yang dikehendaki Allah adalah demikian tanpa didukung dalil.
Selama Mufassir bi-ar-Ra’yi menghindari kelima hal diatas dengan disertai niat ikhlas semata-mata karena Allah maka penafsirannya dapat diterima dan pendapatnya dapat dikatakan rasional. Jika tidak berarti menyimpang dari cara yang dibenarkan. Sehingga penafsirannya tidak dapat diterima.
Diantara contoh tafsir bi Ra’yi yang tidak diterima adalah sebagai berikut :20
a. Penafsiran golonga Syiah terhadap kata “Al-Baqarah” (QS. Al-Baqarah : 67) dengan ‘Aisyah RA.
b. Penafsiran sebagian Mufassir terhadap surat Al-Baqarah ayat 74.
c. Penafsiran sebagian Mufassir terhadap surat An-Nahl ayat 68.
d. Penafsiran sebagian orang terhadap surat Ar-Rahman ayat 33
e. Penafsiran sebagian orang terhadap surat Al-Humazah ayat 6-7
Diantara tafsir bi al-Ra’yi yang dapat dipercaya adalah :21
a. Mafatih Al-Ghaib, karya Fakhr Ar-Razi (w 606 H)
b. Anwar At-Tanzil wa Asrar at-Takwil, karya Al-Baidhawi (w.691 H)
c. Madarik At-Tazil wa Haqa’iq Al-Takwil, karya An-Nashafi (w.701 H)
d. Lubab at-Takwil fi Ma’ani At-Tanzil, karya Al-Khazin (w.741 H)
Kesimpulan
Al-Qur’an adalah Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dan yang membacanya di pandang ibadah. Al-Qur’an mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, filsafah, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tatacara hidup Manusia baik sebagai Makhluk Sosial maupun Makhluk Individu. Maka untuk memahami kandungan al-Qur’an agar mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari memerlukan pengetahuan dalam mengetahui terjemahnya, tafsir dan takwilnya sesuai yang dicontohkan Rosulullah SAW sehingga tujuan ayat al-Qur’an tepat sasarannya.
Pengertian tarjamah lebih simple dan ringkas karena hanya merubah arti dari bahasa yang satu ke bahasa yang lainnya. Sedangkan istilah tafsir lebih luas dari kata tarjamah dan ta’wil , dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan Ayat, Surat, Asbabun Nuzul, dan lain sebagainya dibahas dalam tafsir yang bertujuan untuk memberikan kepahaman isi Ayat atau Surat tersebut, sehingga mengetahui maksud dan kehendak Firman-Firman Allah SWT tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Al Qaththan, Manna’ Khalil. 2006. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur`an (terjemahan Mabaahits fii ‘Uluumil Qur`an). Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa.
2. Ichwan, Mohammad Nor. 2005. Belajar Al-Qur’an Menyingkap Khazanah Ilmu-ilmu al-Qur’an Melalui Pendekatan Historis-Metodologis. Semarang: RaSAIL.
3. Masyhur, Kahar Drs. H..1992.Pokok Pokok Ulumul Qur’an. Jakarta:PT. Rineka Cipta.
4. Abidin S.,Zainal. 1992.Seluk Beluk Al-Qur’an. Jakarta: PT. Rineka Cipta
5. Ash Shiddieqy, T.M. Hasbi Prof. Dr. 1987.Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir: PT Bulan Bintang
6. Anwar, Rosihon. 2008. Ulum Al-Qur’an. Bandung: CV. Pustaka Setia
 
 Catatan Kaki
1. Ulum Al-Qur’an ,Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 209
2. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 210
3. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 210
4. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 211
5. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 211
6. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran (Tafsir), Jakarta, Prof.DR.T.M.Hasbi ash-Shiddieqy,1989, halaman 180
7. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 212
8. Ulum Al-Qur’an ,Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 213
9. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 214
10. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an (Tafsir), Jakarta, Prof.DR.T.M.Hasbi ash-Shiddieqy, 1989, halaman 182
11. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an (Tafsir), Jakarta, Prof.DR.T.M.Hasbi ash-Shiddieqy, 1989, halaman 184
12. Studi Ilmu Al-Qur’an, Bandung, Prof.Dr.Muhammad Ali ash-Shabuni, 1998, halaman 247
13. Ulum Al-Qur’an,Bandung, DR. Rosihon Anwar, 2008, halaman 216
14. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR. Rosihon Anwar, 2008, halaman 217
15. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR. Rosihon Anwar, 2008, halaman 218
16. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR. Rosihon Anwar, 2008, halaman 220
17. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 221
18. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 223
19. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 224
20. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 225
21. Ulum Al-Qur’an, Bandung, DR.Rosihon Anwar, 2008, halaman 226



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal

Ilmu Pendidikan Islam

BAB 1
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP SERTA KEGUNAAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM

1. Pengertian Pendidikan Islam, Ilmu dan Ilmu Pendidikan Islam
a. Pengertian Pendidikan Islam
1. Drs. Ahmad D. Marimba
“Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.”
2. Abdurrohman Nahlawi
“Pendidikan Islam adalah pengaturan pribadi dan masyarakat yang karenanya dapatlah memeluk Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.”
3. Drs. Burlian Shomad
“Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri, berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya untuk mewujudkan tujuan itu adalah ajaran Allah”
Secara rinci Beliau mengemukakan pendidikan itu baru dapat disebut pendidikan Islam apabila memiliki ciri-ciri 2 khas yaitu:
a. Tujuannya untuk membentuk individu menjadi bercocok diri tertinggi menurut ukuran al-Qur’an.
b. Isi pendidikannya ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap didalam al-Qur’an dan pelaksanaannya didalam praktek kehidupan sehari-hari sebagaimana yang di contohkan oleh Rasulullah SAW.

4. Mustofa al-Ghuyani
“Pendidikan Islam adalah menanamkan akhlak yang mulia didalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiramnya dengan air petunjuk dan nasehat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam) jiwanya, kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air”
5. Syah Muhammad A. Naquib Alatas
“Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat didalam tatanan wujud dan kepribadiannya”
6. Prof. DR. Hasan Langgulung
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang memiliki 3 macam fungsi, yaitu:
a. Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup masyarakat sendiri.
b. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.
c. Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dalam peradaban dengan kata lain tanpa nilai-nilai keutuhan (integriti) dan kesatuan (integration) suatu masyarakat, maka kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik dan akhirnya akan berkesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.
7. Hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7 sampai 11 mei 1960 di Cipayung Bogor menyatakan:
“Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.”

b. Pengertian Ilmu
Ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan mempunyai metode-metode tertentu yang bersiafat ilmiah.

c. Pengertian Ilmu Pendidikan Islam
• Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu yang membahas persoalan-persoalan pokok pendidikan Islam dan kegiatan mendidik anak untuk di tujukkan kearah terbentuknya kepribadian Muslim.
• Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu yang membahas proses penyampaian materi-materi ajaran Islam kepada anak didik dalam proses pertumbuhannya.

2. Ruang Lingkup Ilmu Pendidikan Islam
• Perbuatan mendidik itu sendidri (tahzib), maksudnya adalah seluruh perbuatan, tindakan dan kegiatan serta sikap yang dilakukan oleh Pendidik sewaktu mengasuh / mendidik anak didik.
• Anak didik
• Dasar dan tujuan pendidikan yaitu landasan yang menjadi fundament serta sumber dari segala kegiatan pendidikan Islam itu dilaksanakan.
• Pendidik / Guru
• Materi pendidikan Islam yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun sedemikian rupa untuk disajikan atau disampaikan kepada anak didik.
• Metode pendidikan Islam adalah cara yang paling teapat dilakukan oleh pendidikan untuk menyampaikan materi pendidikan Islam kepada anak didik.
• Evaluasi pendidikan adalah penilaian terhadap hasil belajar anak didik.
• Alat-alat pendidikan Islam adalah alat-alat yang digunakan dalam melaksanakan pendidikan Islam agar tujuan pendidikan Islam lebih berhasil.
• Lingkungan sekitar (milieu pendidikan Islam)

3. Kegunaan Ilmu Pendidikan Islam
• Melakukan pembuktian terhadap teori-teori kependidikan Islam yang merangkum aspirasi atau cita-cita yang harus di ikhtisarkan agar menjadi kenyataan.
• Memeberi bahan-bahan informasi dalam pelaksanaan pendidikan dalam segala aspek bagi pengembangan ilmu pengetahuan pendidikan Islam tersebut.
• Menjasi pengoreksi terhadap kekeurangan teori-teori yang terdapat dalam ilmu pendidikan Islam, sehingga kemungkinan pertemuan antara teori dan praktek semakin dekat dan bersifat interaktif.

Menurut Prof.H.M. Arifin Med, keguanaan ilmu pendidikan Islam adalah:
a. Pendidikan sebagai usaha membentuk pribadi manusia harus melalui proses panjang dengan hasil uang tidak dapat diketahui dengan segera.
b. Pendidikan Islam pada khususnya bersumberkan nilai-nilai agama Islam disamping menanamkan sikap hidup yang dijiwai nilai-nilai tersebut juga mengembangkan kemampuan berilmu pengetahuan sejalan dengan nilai-nilai Islam yang melandasinya.
c. Islam sebagai agama yang bertujuan untuk mensejahterakan dan membahagiakan hidup dan kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat, baru dapat mempunyai arti fungsional dan actual dalam didri manusia apabila dikembangkan dalam melalui proses pendidikan Islam secara sistematis.
d. Pembentukan sikap dan nilai-nilai amaliah dalam pribadi manusia dapat dilakukan melalui proses kependidikan yang berjalan diatas kaidah-kaidah ilmu pengetahuan pendidikan.
e. Teori-teori, hipotesa, asumsi-asumsi kependidikan yang bersumberkan ajaran Islam sampai sekarang belum tersusun secara ilmiah untuk itu diperlukan penyusunan secara sistematis yang di dukung dengan hasil penilaian yang luas.

BAB 2
DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM

1. Dasar-Dasar Pendidikan Islam
a. Dasar adalah landasan tempat berpijak sesuatu agar tegak kokoh berdiri.
b. Dasar pendidikan Islam adalah fondamen yang menjadi landasan atau asas agar pendidikan Islam dapat tegak berdiri berupa idiologi yang muncul baik sekarang maupun yang akan datang.
c. Dasar-dasar pendidikan Islam ada 3 macam, yaitu: al-Qur’an, as-Sunah dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah:
a. UUD 1945, Pasal 29 ayat 1 dan 2
b. GBHN tahun 1993 Bidang Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa No. 22
c. UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional ( pasal 11 ayat 2 dan pasal 11 ayat 6 )

2. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam
a. Hakikat pendidikan Islam adalah proses membimbing dan mengarahkan pertumbuhan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.
b. Asas pendidikan Islam adalah asas perkembangan dan pertumbuhan dalam penghidupan yang bekesinambungan antara kehidupan duniawi dan ukhrowi, jasmaniah dan rohaniah atau antara kehidupan material dan spiritual.
c. Modal dasar pendidikan Islam adalah kemauan dasar untuk berkembang dari masing-masing pribadi manusia sebagai karunia Tuhan. Kemampuan dasar ini merupakan potensi mental spiritual dan fisik yang diciptakan Tuhan sebagai fitrah yang tidak bisa dirubah atau dihapuskan, tetapi dapat diarahkan perkembangannya dalam proses pendidikan.
d. Saran strategis pendidikan Islam adalah menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai ilmu pengetahuan secara mendalam dan meluas dalam pribadi anak didik, sehingga akan terbentuk dalam dirinya sikap beriman dan bertaqwa dengan kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.


BAB 3
TUJUAN PENDIDIKAN MENURUT ISLAM

1. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah sasaran yang akan di capai oleh seseorang yang melakukan suatu kegiatan.
Tujuan pendidikan Islam adalah sasaran yang akan di capai oleh seseorang / sekelompok orang yang melakukan pendidikan Islam.

a. Menurut Imam Ghozali tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan insan baik di dunia maupun di akhirat, membina insan yang taqorrub kepada Allah, bahagia di dunia dan di akhirat.
b. Menurut Prof. M. Athiyah al-Abrasyi: tujuan pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa, mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk mencari pangkat dan harta serta bukan untuk bermegah-megahan.
c. Menurut Dr. Omar al-Taumy: tujuan pendidikan Islam adalah pembinaan pribadi muslim yang berpadu pada perkenbangan spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan social.
d. Menurut Abdul Fatah Jalal: tujuan pendidikan Islam di bagi 2 macam yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum adalah untuk menjadikan manusia sebagai hamba Allah yang senantiasa mengagungkan dan membesarkan asma Allah dan meneladani Rasulullah, menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan mempelajari sesuatu yang bermanfaat dan merealisasikan tujuan yang telah di gariskan Allah.

Prof. H. M. Arifin Med. Mengemukakan bahwa tujuan teoritik terbagi 3 tingkat, yaitu:
a. Tujuan Intermediair adalah tujuan yang merupakan batas sasaran kemampuan yang harus di capai dalam proses pendidikan pada tingkat tertentu.
b. Tujuan Insidental merupakan peristiwa tertentu yang tidak di rencanakan akan tetapi dapat dijadikan sasaran dari proses pendidikan pada tujuan intermediair.
c. Tujuan Akhir adalah realisasi dari cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah lahir bathin serta dunia akhirat.
d. Tujuan Intraksional khusus, diarahkan setiap bidang studi yang harus dikuasai dan diamalkan anak didik.
e. Tujuan Intraksional umum, diarahkan pada penguasaan / pengamalan suatu bidang studi secara umum.
f. Tujuan Kurukuler adalah ditetapkan untuk dicapai melalui garis besar program pengajaran (GBPP)
g. Tujuan Intraksional adalah tujuan yang dicapai menurut program pendidikan di tiap sekolah atau lembaga pendidikan.

Ditinjau dari pembidangan tugas dan fungsi manusia, tujuan pendidikan terbagi 3 macam yaitu:
a. Tujuan Individual adalah tujuan yang menyangkut individu melalui proses belajar untuk mempersiapkan diri dalam kehidupan dunia dan akhirat.
b. Tujuan Sosial adalah tujuan yang berhubungan dengan masyarakat.
c. Tujuan Profesional adalah tujuan yang menyangkut pengajaran sebagai ilmu, seni dan profesi serta sebagai suatu kegiatan dalam masyarakat.

Di tinjau dari pelaksanaannya, tujuan pendidikan tebagi 2 macam, yaitu:
a. Tujuan Operasional adalah tujuan yang dicapai menurut program yang telah ditetapkan kurikulum.
b. Tujuan Fungsional adalah tujuan yang telah dicapai dalam arti kegunaannya baik dari aspek teoritis maupun praktis meskipun kurikulum secara operasional belum tercapai.

Apabila tujuan pendidikan Islam diklsifikasikan dengan pendekatan edukatif logis dan psikologis, maka dapat dilakukan taksonomi pendidikan Islam sebagai berikut:
a. Tujuan yang menitikberatkan kekuatan jasmaniah (al-Adhaful jasmaniah)
b. Tujuan yang menitikberatkan kekuatan rohaniah (al-Adhaful rohaniah) adalah kemampuan manusia menerima agama Islam yang inti ajarannya adalah keimanan dan ketaatan pada Allah.
c. Tujuan yang memperhatikan segi lahir, bathin, duniawi dan ukhrowi.

2. Tujuan Pendidikan Menurut Islam
Tujuan pendidikan Islam ada 4 macam, yaitu:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan seperti sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum harus sejajar dengan pandangan Islam pada manusia yaitu sebagai makhluk Allah yang mulia dengan akalnya, perasaannya, ilmunya dan kebudayaannya, sehingga pantas menjadi kholifah di muka bumi dan sejajar dengan tujuan pendidikan Nasional.


b. Tujuan Akhir
Tujuan akhir pendidikan Islam dapat dipahami dari firman Allah surat Ali Imron ayat 100 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu pada Allah sebenar-benarnya taqwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” Jadi kesimpulannya tujuan akhir pendidikan Islam adalah insan kamil meninggal dalam keadaan berserah diri pada Allah.

c. Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang durencanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.Tujuan pendidikan Islam seolah-olah merupakan suatu lingkaran yang pada tingkat paling rendah merupakan suatu lingkaran yang kecil.semakin tinggi tingkatan pendidikannya, lingkalaran tersebut semakin besar. Bentuk lingkaran inilah yang menggambarkan insan kamil tersebut.

d. Tujuan Operasional
Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Kemampuan dan keterampilan yang dituntut pada anak didik merupakan sebagian lemampuan dan keterampilan insane kamil dalam ukuran anak, yang menuju pada insane kamil yang semakin sempurna.



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFA AL-RASYIDIN (USMAN BIN AFFAN DAN ALI BIN ABI THALIB)

A. Khalifah Usman Bin Affan

Nama lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abdul al-Manaf dari Suku Quraisy. Lahir pada tahun 576 M atau 6 tahun setelah kelahiran Rosululloh SAW. Usman bin Affan masuk islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu Bakar, beliau dijuluki Dzun Nur’ain karena menikahi dua putri Rosululloh secara berurutan yakni Ruqoyah dan Ummu Kultsum.
Khalifah Usman bin Affan dan istrinya termasuk muhajir pertama ke Yasrib, beliau pernah mengikuti beberapa peperangan diantaranya Perang Uhud, Perang Khaibar (pembebasan Kota Mekkah), Perang Thoif, Perang Hawazin dan Perang Tabuk, pada Perang Badar Beliau tidak dapat ikut karena menunggu istrinya yang sedang sakit.
Proses pengangkatan Usman bin Affan yaitu dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Khalifah dipilih oleh anggota formatur dengan suara terbanyak.
2. Apabila suara berimbang, Abdullah bin Umar yang berhak menentukannya.
3. Apabila calon Abdullah bin Umar tidak diterima, maka calon yang dipilih oleh Abdul ar-Rohman bin Auf harus diangkat menjadi khalifah, kalau masih ada yang menentang maka penentang tersebut harus dibunuh (Hasan Ibrohim Hasan, 1954 : 254 – 5)
Dengan adanya mekanisme yang seperti ini akhirnya suara terbanyak memilih 2 kandidat yaitu Usman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib. Akhirnya Usmanlah yang terpilih karena Beliau usianya lebih tua dari



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal

Hubungan Ilmu Kalam dengan Tasawuf


A. Titik Persamaan Antara Ilmu Kalam dengan Tasawuf
Ilmu kalam dan tasawuf mempunyai kesamaan objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Sementara objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, dilihat dari aspek objeknya, kedua ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan.
Baik ilmu kalam maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu kalam, dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya.
B.Titik Perbedaan Antara Ilmu Kalam dengan Tasawuf
Perbedaan diantara kedua ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika yang memberikan fungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama. Ilmu kalam berisi keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang dipertahankan melalui argumen-argumen rasional. Sebagian ilmuwan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.
Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa daripada rasio. Ilmu tasawuf bersifat sangat subjektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang. Itulah sebabnya, bahasa tasawuf sering tampak aneh bila dilihat dari aspek rasio.



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
Search Terms : property home overseas properties property county mobil sedan oto blitz black pimmy ride Exotic Moge MotoGP Transportasi Mewah free-islamic-blogspot-template cute blogger template free-blog-skins-templates new-free-blogger-templates good template blogger template blogger ponsel Download template blogger Free Software Blog Free Blogger template Free Template for BLOGGER Free template sexy Free design Template theme blogspot free free classic bloggerskin download template blog car template website blog gratis daftar html template kumpulan templet Honda SUV car body design office property properties to buy properti new