Fariduddin Attar, sufi besar sekaligus guru sufi abad ke-13 seringkali menggunakan bahasa perumpamaan dalam mengungkapkan pengalaman sufistik. Dalam kitab Mantiq at-Thair (Musyawarah Burung), Attar mengisahkan tentang perjalanan ngengat (kupu-kupu) mencari Kebenaran Sejati.
Dikisahkan, suatu malam ngengat-ngengat berkumpul bersama, terdera kerinduan yang mendalam untuk menyatukan diri mereka dalam keremangan lilin. Mereka berkata, “Kita harus menemukan seseorang untuk memberi kita penjelasan tentang apa yang telah lama kita rindukan bersama.”
Salah satu dari ngengat ini kemudian terbang ke sebuah puri nun jauh di sana dan melihat cahaya sebuah lilin di dalamnya. Dia kembali dan menceriterakan kepada yang lain apa yang telah dilihat dan mulai menggambarkan lilin itu sedetail mungkin.
Tetapi ngengat bijak, yang menjadi kepala kelompok itu berkata, “Dia tidak memiliki keterangan sebenarnya untuk kita tentang lilin itu.”
Tetapi ngengat bijak, yang menjadi kepala kelompok itu berkata, “Dia tidak memiliki keterangan sebenarnya untuk kita tentang lilin itu.”
Ngengat yang lain kemudian mengunjungi lilin itu dan mendekat ke cahayanya, semakin mendekat dan dengan sayap-sayapnya menyentuh nyala apinya yang sangat dirindukannya. Panas lilin mendorong tubuhnya dan dia kalah. Dia juga kembali dan menceritakan misteri itu, yang menjelaskan tentang arti bersatu dengan lilin, tetapi ngengat bijak berkata kepadanya, “Penjelasanmu tidak lebih berharga daripada kawanmu tadi.”
Ngengat ketiga bangkit, ekstase oleh rasa cinta, maka dia melemparkan tubuhnya dengan keras ke dalam api lilin. Dia menggelinding ke depan dan merentangkan sungutnya ke api. Setelah sepenuhnya memasuki pelukan api, anggota tubuhnya berkilauan merah seperti nyala api itu. Ketika ngengat bijak melihat dari kejauhan bahwa lilin itu telah menyatukan dirinya dengan ngengat ketiga dan mulai memberinya cahaya miliknya, dia berkata, “Ngengat ini telah memenuhi hasratnya, tetapi dia sendiri yang memahami apa yang telah dicapainya. Tak seorang pun yang lain mengetahuinya dan itulah arti sesunggguhnya.”
Banyak pejalan yang mengira dirinya telah sampai pada perjalanan tertinggi, padahal mereka belum mengenal Kebenaran Sejati. Kisah di atas menegaskan bahwa bagaimana mungkin seorang dapat menjelaskan pengetahuan yang tidak dialaminya? Sesungguhnya hanyalah orang yang telah mengabaikan seluruh jiwa dan raganya untuk Kekasih, yang mendapatkan cinta Sang Kekasih. Sepanjang kau masih mencintai dirimu, bagaimana kau akan mengenal yang kau cintai?
Sumber :
Fariduddin Attar, Musyawarah Burung (diterjemahkan oleh Hartojo Andangdjaja dari The Conference of the Birds karya C. S. Nott). Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983.
Fariduddin Attar, Musyawarah Burung (diterjemahkan oleh Hartojo Andangdjaja dari The Conference of the Birds karya C. S. Nott). Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983.
Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal