A. KHALIFAH BANI UMAYYAH
Memasuki masa kekuasaan Muawiyyah yang menjadi awal kekuasaan Bani
Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis
(Kerajaan turun menurun).
Kekhalifahan Muawiyyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya,
tidak dengan pemilihan atu suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun
menurun dimulai ketika Muawiyyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan
setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyyah bermaksud mencontoh monarchi
di Persia dan Bizantium. Dia memang
tetap menggunakan istilah khalifah, namun, dia memberikan ini terpretasi baru dari
kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “Khalifah
Allah” dalam pengertian “Penguasas” yang
diangkat oleh Allah. [1]
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90
tahun. Ibu kota Negara dipindahkan Muawiyyah dari Madinah ke Damaskus, tempat
ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani
Umayyah ini adalah Muawiyyah ibn Abi Sufyan (661-680), Abd Al-Malik ibn Marwan
(685-705 M), Al Walid ibn Abdul Malik (705-715 M), Umar ibn Abd Al-Aziz
(717-720 M), dan Hasyim ibn Abd Al-Malik (724-743 M).
Ekspansi yang berhenti pada masa khalifah usman
dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti ini .
Di zaman Muawwiyah , Tunisia
dapat ditaklukan .di sebelah ditimur , Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasaan sampai kesungai Oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul .Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, konstansinopel .ekspansi yang di lakukan Muawiyah yang di lanjutkan oleh khalifah Abd Al- malik Dia mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukan balhk, Bukhara ,Khawariz, Ferghana dan Samarkand . tentara nya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maltan . [2]
dapat ditaklukan .di sebelah ditimur , Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasaan sampai kesungai Oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul .Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, konstansinopel .ekspansi yang di lakukan Muawiyah yang di lanjutkan oleh khalifah Abd Al- malik Dia mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukan balhk, Bukhara ,Khawariz, Ferghana dan Samarkand . tentara nya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maltan . [2]
Menurut Antony Black, system kekhalifahan yang
dianut Bani Umayyah adalah patrimonialisme, yakni sistem pemerintahan yang
membrikan hak kepada pemimpin untuk menganggap Negara sebagai miliknya dan bisa
diwariskan kepada keluarganya secara turun-menurun. Sementara rakyat dipandang
sebagai bawahan yang berada dibawah perlindungan dan dukungannya. Menurut
konsep ini, kekuasaan pemimpin bersifat mutlak dan tidak bisa dicampuri oleh
orang lain. Kendati demikian, ia tunduk kepada aturan tidak tertulis yang memosisikannya
sebagai kepala keluarga (Bapak) yang dermawan. Kekuasaannya juga meliputi hak
dan kewajiban untuk mengatur urusan ekonomi demi kebahagiaan rakyatnya.
Walaupun Muawiyyah mengubah sistem pemerintahan
menjadi monarki (turun-menurun), penyebutan gelar bagi pemimpinnya masih tetap
“Khalifah”. Bahkan, Muawiyyah menyebut dirinya amiral mukminin, di mana status jabatan khalifah diartikan sebagai “Wakil Allah” dalam memimpin
umat dan mengaitkannya kepada Al-Quran surat
al-Baqarah 2 ayat30. Atas dasar itu, Daulah menyatakan bahwa keputusan- keputusan khalifah didasarkan atas perkenan
Allah, siapa pun yang menentangnya adalah kafir.
Abul A`la al-Maududi dalam bukunya, khilafah
dan kerajaan, menyebut pemerintahan Bani Umayyah dengan istilah kerajaan.
Ketika menulis Khilafah Muawiyyah, ia menulisnya dengan memakai tanda kutip
“Khilafah” Muawiyyah. Menurut Maududi, kekuasaan Bani Umayyah tidak berdasarkan
persetujan kaum Muslimin.
Pemerintahan yang dibangun Muawiyyah menerapkan
semacam monarki yakni kekuasaan turun-munurun dikalangan keluarganya. Dapat
diduga, perubahan corak pemerintahan seperti ini ditujukan untuk membuat
kekuasaannya bertahan lama seperti yang terjadi pada kekuasaan Kekaisaran
Persia dan Kekaisaran Romawi Timur di Byzantium. Muawiyah adalah sosok sahabat
yang memiliki naluri kekuasaan yang sangat menonjol. Ia banyak berpengalaman
dalam membangun kekuasaan, terutama pada saat menjabat gubernur dalam rentang
waktu yang lama di damaskus. [3]
Pada waktu Nabi melakukan dakwah, ortang-orang
Bani Umayyah, termasuk Muawiyah, merupakan golongan pengikut yang terakhir
masuk Islam, yaitu pada saat Futuh Makkah. Sebelumnya, mereka itu adalah
musuh-musuh Islam yang keras. Namun sebaliknya, setelah masuk kepangkuan Islam,
mereka segera memperlihatkan semangat kepahlawanan yang luar biasa, seolah-olah
ingin membayar keterlambatan mereka dalam memeluk Islam dan agar orang
melupakan masa lalu mereka yang kelam terhadap Islam.
Ibnu Thabathiba, seperti yang dikutip Syalabi,
mengatakan bahwa Muawiyah memiliki kemampuan siasat yang bagus, pandai mengatur
urusan-urusan duniawi, cerdas,
bijaksana, fasih, balig, dimana ia perlu dapat berlapang dada, dan dapat pula
bersikap keras, tetapi lebih sering
ia berlapang dada. Lagi pula, ia
dermawan, rela mengorbankan harta, dan amat suka memegang pimpinan.
Kedermawanannya melebihi orang-orang bangsawan dikalangannya. Karena Armstrong
menilai bahwa “Muawiyah adalah orang yang religius, Muslim yang taat, dan
menjalankan perintah Islam. [4]
Golongan
Bani Umayyah kemudian mencatat prestasi gemilang dalam memerangi orang-orang
murtad yang mengaku nabi, serta orang-orang yang enggan membayar zakat. Mereka
ibarat pedang-pedang tajam yang siap menembus lawanannya dimedan perang.
Khalifah
Bani Umayyah berkuasa dari tahun 41-132 H/661-750 M dengan 14 orang khalifah,
dimulai oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan diakhiri oleh Marwan bin Muhammad. Di
antara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa dalam berbagai bidang
sesuai dengan kehendak zamannya, sebaliknya ada pula khalifah yang lemah.
Muawiyah
adalah Bapak pendiri Damaskus Bani Umayyah. Dialah pembangun yang besar.
Namanya disejajarkan dengan Khulafaur Rasyidin. Bahkan, kesalahannya yang
menghianati prinsip pemilihan kepala Negara oleh rakyat dapat dilupakan orang
karena jasa-jasa dan kewajiban politiknya yang mengagumkan. Muawiyah mendapat
kursi kekhalifahan setelah Hasan bin Ali berdamai denganya pada tahun 41H.
Umat
islam sebagiannya membaiat Hasan setelah ayahnya wafat. Namun, Hasan menyadari
kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepada
Muawiyah sehingga tahun itu dinamakan `amul jama`ah (tahun persatuan) Muawiyah
menerima kekhalifahan di Khufah dengan syarat-syarat yang diajukan oleh Hasan,
Yaitu:
1. Agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap
seorang pun penduduk irak;
2. Menjamin keamanandan memeafkan
kesalahan-kesalahan mereka;
3. Agar pajak tanah negeri Ahwas diperuntukkan
kepadanya dan diberikan tiap tahun
4. Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya,
Husain, 2 juta dirham, dan
Pusat pemerintahan yang pada masa Khulafaur
Rasyidin berada di Madinah, ia tetapkan di Damaskus. Pemindahan pusat kekuassan
ini untuk menghindari protes para tokoh dan penduduk Madinah, yang sebagian
besar tidak mendukungnya. Sebalik nya , wilayah Damaskus sebagai kota penting Syria
menjadi basis pendukung utama Muawiyah karena ia telah bertahun-tahun membina
wilayah ini pada waktu menjadi gubernur.
Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal